Makassar (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai bahwa
perlu perubahan paradigma mengenai dana tanggung jawab sosial
perusahaan atau "Corporate Social Responcibility (CSR)" dari perusahan
termasuk badan usaha miliki negara maupun swasta.
Ketua Apindo Sulawesi Selatan, Latunreng, di Makassar, Kamis mengatakan, selama ini CSR lebih banyak dipahami hanya sebagai bantuan pemberdayaan kepada masyarakat melalui bantuan kredit kepada masyarakat, khususnya dalam dunia usaha.
"Pemberian bantuan kredit semata kepada masyarakat, khususnya pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bukanlah solusi pemberdayaan bagi masyarakat untuk meningkatkan usaha ekonominya," ungkapnya.
Realisasi CSR seharusnya tidak hanya memberikan bantuan kredit semata, melainkan juga diiringi dengan upaya-upaya lain, seperti pelatihan managemen usaha, sehingga masyarakat bisa semakin mandiri dalam menjalankan usahanya.
Dengan begitu, kata dia, keberadaan program CSR bagi masyarakat bisa memberikan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan kemandirian para pelaku UKM sesuai dengan tujuan awal program yaitu pemberdayaan demi kesejahteraan masyarakat.
"Jika masyarakat penerima bantuan melalui CSR tersebut telah mandiri dalam menjalankan usaha, maka perusahaan dapat menyalurkan bantuan kepada masyarakat lain yang membutuhkan," terangnya.
Ia menambahkan, permasalahan lain yang seringkali ditemukan dalam realisasi CSR di Sulsel adalah masih adanya masyarakat di kabupaten yang belum tersentuh program ini, padahal di daerah tersebut terdapat badan usaha yang beroperasi.
Selain itu, terdapat pula kasus yang terjadi, di mana masyarakat mendapatkan lebih dari satu kali bantuan CSR dari perusahaan yang berbeda dalam waktu yang sama.
"Permasalahan seperti ini pada dasarnya juga disebabkan kurangnya koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah daerah setempat berkaitan dengan keberadaan serta jumlah UKM," pungkasnya. (T.KR-AAT/M019)
Ketua Apindo Sulawesi Selatan, Latunreng, di Makassar, Kamis mengatakan, selama ini CSR lebih banyak dipahami hanya sebagai bantuan pemberdayaan kepada masyarakat melalui bantuan kredit kepada masyarakat, khususnya dalam dunia usaha.
"Pemberian bantuan kredit semata kepada masyarakat, khususnya pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bukanlah solusi pemberdayaan bagi masyarakat untuk meningkatkan usaha ekonominya," ungkapnya.
Realisasi CSR seharusnya tidak hanya memberikan bantuan kredit semata, melainkan juga diiringi dengan upaya-upaya lain, seperti pelatihan managemen usaha, sehingga masyarakat bisa semakin mandiri dalam menjalankan usahanya.
Dengan begitu, kata dia, keberadaan program CSR bagi masyarakat bisa memberikan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan kemandirian para pelaku UKM sesuai dengan tujuan awal program yaitu pemberdayaan demi kesejahteraan masyarakat.
"Jika masyarakat penerima bantuan melalui CSR tersebut telah mandiri dalam menjalankan usaha, maka perusahaan dapat menyalurkan bantuan kepada masyarakat lain yang membutuhkan," terangnya.
Ia menambahkan, permasalahan lain yang seringkali ditemukan dalam realisasi CSR di Sulsel adalah masih adanya masyarakat di kabupaten yang belum tersentuh program ini, padahal di daerah tersebut terdapat badan usaha yang beroperasi.
Selain itu, terdapat pula kasus yang terjadi, di mana masyarakat mendapatkan lebih dari satu kali bantuan CSR dari perusahaan yang berbeda dalam waktu yang sama.
"Permasalahan seperti ini pada dasarnya juga disebabkan kurangnya koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah daerah setempat berkaitan dengan keberadaan serta jumlah UKM," pungkasnya. (T.KR-AAT/M019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar