PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PASAR TRADISIONAL
1. Pendahuluan
Mungkin saat ini banyak orang beranggapan remeh atau melirik hanya sebelah mata tentang pasar tradisional, hanya karena pasar modern yang lebih berkembang indonesia ini. Padahal sebaliknya, banyak keuntungan yang didapat dipasar tradisional sama seperti dipasar modern. Tidak ada salahnya seluruh warga Indonesia mulai melirik perkembangan pasar tradisional, jangan sampai pasar tradisional pun ikut-ikutan hilang pelestariannya seperti budaya-budaya tradisional Indonesia yang semakin lama semakin berkurang kepeduliaan masyarakatnya. Alasan masyarakat lebih memilih pasar modern dibandingkan dengan pasar tradisional karena faktor kenyamanan dan faktor diskon.
Pasar modern seperti supermarket, faktor kenyamanannya lebih terjaga dibandingkan dengan pasar tradisional yang penuh sesak, panas, becak bahkan bau. Dan diskon yang ditawarkan dipasar modern lebih menggiurkan daripada dipasar tradisional. Tetapi jangan salah sangka, pasar tradisional pun banyak keuntungan yang bisa didapat oleh para konsumen, misalnya harga barang dipasar tradisional jauh lebih murah dibandingkan dengan harga dipasar modern. Kemudian, pasar tradisional dapat melakukan kegiatan tawar-menawar dalam berbelanja sehingga pembeli merasa puas dan pasar tradisional pun lebih terjaga kesegarannya karena mereka membawa langsung barang dagangan mereka sehingga belum terkontaminasi zat-zat atau bahan kimia lainnya.
Di tengah persaingan pasar seperti saat ini, para produsen kebutuhan pangan perlu memperhatikan prilaku konsumennya sebagai pembelajaran untuk senantiasa melakukan inovasi. Inovasi harus dilakukan untuk mengimbangi hegemoni pedagang besar dan retail-retail yang sedang menjamur di berbagai penjuru negeri. Dengan menjamurnya retail-reatail skala besar bahkan transnasional, maka sudah dapat dipastikan para pedagang tradisional kehilangan pelanggannya. Berbagai kemudahan dan daya tarik dari retail-retail tersebut menjadi salah satu alasan konsumen beralih dari pasar tradisional ke pasar modern.
Apabila kita perhatikan, konsumen dalam negeri cenderung mengikuti trend dalam berbelanja dibandingkan sekadar memenuhi kebutuhannya. Sering kita lihat seseorang yang sekadar membeli beras, telur, atau bahan pokok lainnya di supermarket padahal ia bisa membeli di pasar tradisional.
Iklan yang begitu kuat menjadi penyebab ketertarikan masyarakat untuk berbelanja di supermarket. Trend berbelanja ini lambat laun akan mengubah perilaku konsumen secara keseluruhan sehingga mereka meninggalkan pasar tradisional. Dengan begitu, pasar tradisional pun mengalami penurunan pendapatan bahkan terancam punah.
2. Pembahasan
Di tengah trend masyarakat yang sedang berubah itu, maka sebagai pedagang kecil tidak salah jika mengikuti ‘keinginan mereka para konsumen’. Apalagi, jika barang yang kita jual ke konsumen adalah bahan pangan yang tidak mungkin ditinggalkan maka kita perlu melakukan inovasi. Para pedagang kecil harus memiliki keyakinan bahwa produknya masih bisa dijual karena masyarakat masih membutuhkan bahan pangan sebagai pemenuh kebutuhan primer.
Konsumen menginginkan tempat yang nyaman ketika berbelanja maka tidak salah jika pedagang pun memberikan kondsisi yang nyaman bagi para pembelinya. Saat ini, pasar tradisional yang terkesan kumuh menjadi penghambat utama masyarakat untuk berbelanja di sana. Perilaku masyarakat Indonesia yang tidak bersih memang sulit dihilangkan dari kehidupannya. Kesadaran akan kebersihan harus kita bangun sedari sekarang dengan memulainya dari hal-hal kecil. Tidak ada salahnya bila di depan kios disediakan tempat sampah sehingga sampah tidak berceceran dimana-mana.
Promosi produk merupakan hal yang jarang dilakukan oleh para pedagang tradisional sehingga begitu wajar jika persaingan dengan retail sulit untuk dibendung. Promosi yang dilakukan oleh pasar modern menjadi ciri khas yang tidak mungkin ditinggalkan. Keinginan orang untuk berbelanja ke supermarket tidak akan muncul begitu saja tanpa danya input pengetahuan dari luar tentang suatu produk yang dijual. Memang, terkesan biaya promosi itu mahal sehingga banyak pedagang yang enggan melakukannya. Padahal, banyak model promosi sederhana yang bisa dilakukan dengan biaya yang relatif murah. Pedagang tradisional tidak perlu memasang iklan di media massa tetapi cukup dengan membuat selebaran (pamflet, leaflet) dan disebarkan ke teman terdekat, keluarga atau bahkan lingkungan sekitar tempat tinggal.
Ketika kita memasarkan produk, alangkah lebih baik jika para pedagang tradisional memiliki ciri khas. Misalnya, telur yang dijual akan menadapatkan bonus satu butir telur jika pembeli membeli satu kilogram. Menurut perhitungan, pedagang tidak akan mengalami kerugian dengan adanya bonus semacam itu, justru hal tersebut mendongkrak daya jual produk. Pernahkan kita memperhatikan, masyarakat tertarik berbelanja ke supermarket hanya sekedar tertarik bonusnya saja padahal nilai mominalnya tidak seberapa.
Pasar tradisional yang terkesan becek, sehingga disebut ’pasar becek’ adalah halangan terberat untuk menarik konsumen berbelanja ke sana. Kondisinya yang semakin memprihatinkan tidak terlepas dengan prilaku para pedagang. Pedagang tradisonal yang tidak disiplin adalah kendala utama dalam memperbaiki citra pasar tradisional. Para pedagang tidak bisa terus ‘mengemis’ kepada Pemerintah agar ada upaya perbaikan. Justru, pasar tradisional yang sederhana menjadi daya tarik konsumen asalkan lingkungannya nyaman, aman dan tertib.
Dalam memenuhi kebutuhan pangan, konsumen masih banyak yang lari ke pasar tradisional karena retail tidak dapat memenuhinya. Kelebihan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena ini menjadi modal dimana hanya pasar tradisional yang masih memilikinya. Namun, peluang itu tidak akan termanfaatkan dengan baik jika para pedagang tidak dapat menangkapnya.
3. Penutup
Adapun kebijakan-kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka perbaikan pasar tradisional kita, adalah pertama, pemerintah seyogianya mampu merubah “wajah” pasar tradisional agar bisa lebih higienis, lebih nyaman dan lebih teratur. Pembenahan pasar tradisonal ini hendaknya mengedepankan kepentingan para pedagangnya dan konsumen bukan kepentingan investor semata. Kedua, pemerintah harus terus melakukan kampanye massal untuk mendorong kesadaran pedagang dalam melakukan sanitasi lingkungan, kesehatan dan menjual produk yang hygienis. Ketiga, pemerintah juga senantiasa mendorong dan membangun kesadaran masyarakat dan pedagang akan pentingnya atribut mutu dan keamanan produk. Keempat, pemerintah dapat menggunakan instrumen CSR perusahaan-perusahaan distributor untuk membina pedagang pasar tradisional. Kelima, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang erat antar semua pihak agar tidak terjadi kerancuan dalam menyikapi kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan.
Regulasi pemberdayaan pasar tradisional hendaknya diupayakan dengan memfasilitasi pedagang pasar tradisional agar mendapatkan iklim usaha yang kondusif. Kebijakan yang berpihak mempercepat terjadinya distribusi manfaat yang bersifat ”positive-sum game” dalam sistem kerjasama antara pasar modern dan pasar tradisional. Bila pasar tradisional dapat dibenahi dengan baik, niscaya produk-produk yang dijual akan memiliki kualitas yang baik dan tidak ada pertentangan lagi antara pasar tradisional dengan pasar modern, keduanya akan berkembang dengan nuansanya serta daya tariknya sendiri-sendiri.
Namun, jika pemerintah tidak berpihak kepada pasar tradisional, maka mereka akan semakin termarjinalkan dan membiarkan keberadaan pasar tradisional semakin terpinggirkan dan mati oleh para pelaku usaha retailer besar yang lebih kuat. Jika demikian halnya, pertumbuhan yang memberikan manfaat bagi banyak pihak (inclusive growth) tidak terjadi. Bukan pula ”trickle down effects” yang terjadi, tetapi malah ”trickle up effects”, yakni pertumbuhan yang menyebabkan jurang yang kaya dan miskin semakin lebar. Tentu saja hal semacam ini tidaklah kita harapkan
Sumber :
Trobos, Agustus 2009. Oleh: Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc
Poultryindonesia.com
KOMPAS – 3 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar